Primbon
Paes mempunyai tujuan untuk mengangkat manusia agar suci dan mulia sehingga dapat
(karya Herjaka HS, Jan 2010) memancarkan Nur Illahi seperti layaknya seorang bidadari
Serial Primbon 98
Midodareni
(1)
Upacara midodareni dilakukan setelah
rangkaian upacara siraman selesai. Pada malam Midodareni atau malam
menjelang perkawinan, pengantin putri di paes atau disumbaga, yaitu
mengerik rambut kepala bagian muka. Bentuk kerikannya adalah
setilisasi dari sebuah gunung dengan beberapa puncak yang menjulang.
Mengapa berbentuk gunung? Gunung bagi masyarakat lokal tradisional
agraris dianggap sebagai tempat yang sakral, dunia atas, tempat
bersemayamnya para dewa-dewi. Melalui paes ini, diharapkan juru
sumbaga mampu mengantarkan pengantin putri ke dalam dunia atas,
dunia para bidadari. Sumbaga/subaga/sembaga artinya adalah misuwur,
begja banget atau luhur/sangat beruntung Oleh karenanya demi
tercapainya suasana yang agung dan sakral, antara juru sumbaga dan
pengantin putri juga kedua orang tua pengantin putri perlu
mempersiapkannya secara lahir dan batin, dengan laku puasa. Jika
‘laku paes’ berhasil, pengantin putri dapat memancarkan aura
bidadari atau memancarkan nur ilahi. Inilah yang disebut dengan:
sudah pecah pamore. Pamor Ilahi yang ada dalam setiap pribadi
manusia akan pecah keluar memancar ke seluruh ruangan tarub.
Pengantin putri yang benar-benar dapat mecah pamor dengan sempurna
adalah pengantin putri yang memang benar-benar suci lahir batin. Dan
hanya terbatas pada orang-orang waskita saja yang dapat menangkap
fenomena ini.
Malam pada saat paes digoreskan oleh juru
sumbaga (sekarang disebut tukang paes) disebut dengan Midodarenai
adalah merupakan malam yang agung dan suci. Malam Midodareni adalah
malam yang dikhususkan untuk memecah pamor Ilahi yang ada pada calon
pengantin putri. Menurut cerita tutur, malam midodareni adalah malam
turunnya bidadari Nawangwulan untuk mempaesi Nawangsih anaknya yang
akan menikah. Midodareni
(1)
Di malam midodareni ini pengantin putra datang kepada kedua orang tuanya pengantin putri, atau disebut ‘nyantri’ pakaian yang digunakan mencotoh pakaian para satria putra raja yaitu bebedan memakai jarit, baju sorjan, iket, kalung karset dan keris. Pada waktu datang rombongan penganti pria singgah di rumah sebelah. Setelah kira-kira jam 19.00 penganti pria datang diantar untuk menghadap kepada kedua orang tua pengantin putri. Kedatangan pengantin pria disambut oleh keluarga, saudara dan sahabat-sahabatnya. Kemudian pengantin pria diserahkan kepada orang tuanya pengantin putri. Setelah diterima lalu ditempatkan di kamar yang telah disiapkan dan di jamu dengan minuman dan makanan. Kemudian pengantin pria keluar di pendopo untuk menemui para tamu. Tetapi hanya secukupnya saja, lalu masuk kembali dalam pemondhokan untuk beristirahat, karena besok akan diijabkan dan dipestakan..
Di malam yang disebut dengan Midodareni tersebut, yang datang njagong bertamu untuk tuguran penganten biasanya para bapak ibu sekalian. Mereka berniat untuk ikut berjaga mendoakan pengantin agar terhindar dari segala mara-bahaya, baik yang kelihatan dan yang tidak kelihatan sehingga mendapat kesucian dan kemuliaan. Oleh karena tujuannya yang sakral para tamu yang jagong midodareni ini seperti layaknya sesorang yang sedang berjaga menanti turunnya Bidadari Nawangwulan yang akan memberikan kemuliaan Tuhan kepada pengantin putri melalui sumbaga atau paes. Oleh karenanya, mereka tidak banyak bicara. Jika terpaksa bicara, hanya bisik-bisik dengan yang ada disampingnya. Setelah lewat tengah malam yaitu pada jam.03 dinihari, saat-saat turunnya anugerah, para tamu dijamu dengan minum, makan nasi sayur, telur dan daging ayam. Para tamu wanita dipersilakan menikmati hidangan terlebih dahulu, setelah selesai baru kemudian para tamu pria. Jagongan Midadareni ujubnya adalah memule para widadari. Hal tersebut mengacu pada pernikahannya antara Jaka Tarub dan Bidadari Nawangwulan. Karena perkawinannya mendadak padahal tempatnya di tengah hutan jauh dari kotaraja, sehingga hidangannya sederhana seadanya yaitu jenis sayur, telur dan daging ayam.
Malam midodareni hingga sekarang masih dilaksanakan oleh banyak orang. Dalam proses selanjutnya hidangan yang awalnya sederhana dan seadanya itu sekarang ditambah dengan hidangan majemukan yaitu nasi gurih daging lembaran, daging ayam utuh atau ingkung, serta lalaban atau sayur mentah antara lain kecambah, kemangi, kobis, pete, jengkol. Ditambah sambal pecok yang dibuat dari kacang kedelai merah dan sambel pecel yang dibuat dari kacang tanah.
herjaka HS
Posting Komentar untuk "primbon jawa | Midodareni (1)"